Gerakan Keagamaan Dalam Agama Hindu Di
Pengaruhi Agama KriSTEN
Makalah
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Matakuliah Hinduisme
Dosen Pembimbing: Hj. Siti Nadroh, M, Ag.
Oleh :
Siti Nurhayati
(1111032100043)
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
I. PENDAHULUAN
Agama Hindu, yaitu agama yang berkembang sampai
dewasa ini di India. Hinduisme sesungguhnya agama Brahma yang sudah bercampur dengan anasir-anasir
agama Budha, Yaitu kebudayaan Dravida
dan filsafat-filsafat India.[1]
Pada awalnya bangsa India amatlah besar pemikiran-pemikiran filsafat India.
Namun, sesudah abad ke-14 filsafat India mulai mundur. Pemikiran sendiri
menjadi mandul. Tokoh-tokoh yang hanya setengah saja telah puas dengan
menirukan gema-suara zaman yang lampau. Keadaan yang demikian itu
berlarut-larut hingga akhir abad ke 18. Pada waktu itu timbullah kemungkinan
serta awal perkembangan baru. Hal ini disebabkan karena pertemuan pemikiran
India dengan kebudayaan Barat. Kedatangan kebudayangan Barat menimbulkan reaksi
yang hebat dari pihak pikir India.[2]
Agama
Kristen masuk India pada abad ke-19. Dari sinilah pertemuan antara agama Hindu
dengan agama Kristen yang menimbulkan gerakan-gerakan. Gerakan-gerakan
tersebut yang melatar belakangi penulis
menulis makalah sejauh pemahaman pemakalah
dari sumber yang tersedia.
II. LATAR
BELAKANG SOSIAL POLITIK, DAN KEAGAMAAN
Dalam bagian pertama kita sudah terangkan bahwa dari
pada permulaan tarich Masehi sampai abad ke-4 perhubungan dasar antara kerajaan
Romawi dan benua Timur (Iran dan India) bertambah luas. Perhubungan itu sebagai
mana kita tahu mulai terbuka sejak penyerbuan Iskandar Zul Karnain ke india
Utara.
Setelah bangsa Arab dalam Abad ke-7 dan ke-8 merebut
tanah Mesir dan Iran, maka perhubungan yang langsung antara Eropa dengan India
terputus. Sejak itu perniagaan dengan daerah Timur pindah ketangan orang Arab.
Perjalanan dagang itu melalui teluk Persia atau teluk Kolzum. Saudagar-saudagar
di Eropa menerima barang dari Timur dipelabuhan-palabuhan dilaut tengah, yang
dijual mereka dipasar-pasar di Eropa Tengah dan Utara. Yang memegang monopoli
dagang itu mula-mula ialah saudagar-saudagar Italia dari Venezia dan Genova.[3]
Pada tahun 1498, seorang berbangsa Portugis, Vasco
dan Gama mendarat di Pantai Kerala dan berhasil menanamkan pengaruh portugis di
Goa pada tahun 1510. Mengingat Portugis tidak memiliki sumberdaya yang
mencukupi untuk mempertahankan daerah jajahannya, maka kekuasaannya
berangsur-angsur digantikan oleh bangsa Eropa lainnya, yaitu Inggris, Spanyol,
Belanda dan Perancis. Inggris mulai memasuki India melalui British East
Indian Company dan berhasil membuka pelabuhan-pelabuhan dagang di
Madras (1640), Bombay/Mumbay (1668) dan Calcuta (1690).
Kekuasaan Inggris yang semula lebih bersifat dagang,
kemudian mulai melakukan penguasaan secara fisik dan politis mencapai puncaknya
dalam pertempuran Buxar pada tahun 1756 melawan para raja India. Kemenangan
dalam pertempuran tersebut memberikan Inggris kekuasaan atas daerah-daerah
Benggala, Bhar dan Orissa yang kemudian dalam waktu kurang dari setengah abad
disusul dengan kekuasaan atas bagian-bagian lain India. Pada tahun 1842,
pemerintah Inggris mengambil alih atas kekuasaan atas India dari British
East Indian Company dan dengan demikian secara mutlak
menancapkan kekuasaannya atas India. Inggris selanjutnya menempatkan seorang
Gubernur Jendral di India sebagai wakil Mahkota dan pemerintahannya.[4]
Perlawanan terhadap penjajahan Inggris diawali pada
akhir abad 19, ketika Mahatma Ghandi kembali dari Afrika Selatan dan partai
Konggres di bentuk (1887). Selama kurang lebih setengan abad lamanya, gerakan
kemerdekaan India menuntut kemerdekaan penuh untuk kemerdekaan India. Pemimpin–pemimpin
terkenal dalam gerakan ini antara lain Mahatma Ghandi, Pandit Jawa Harlal Nehru
dan Muhamad Ali Jinnah. Pada tahun 1935, Inggris mengumumkan apa yang di namakan
The Government of India Act yang merupakan
Undang–Undang Dasar untuk pemilihan Dewan Perwakilan di provinsi-provinsi. Banyak
kedudukan dalam Dewan–Dewan tersebut dimenangkan oleh Partai konggres dan Liga
Muslim.[5]
Pada tahun 1940, untuk pertama kalinya Liga Muslim
menuntut satu negara khusus untuk orang–orang Islam. Liga Muslim khawatir bahwa
rencana kemerdekaan India akan memberikan orang-orang Hindu kekuasaan yang
terlalu banyak atas warga Muslim. Menjelang berakhirnya Perang Dunia II,
tuntutan kemerdekaan makin didesakkan
kepada pemerintah Inggris yang menghasilkan dibentuknya suatu negara tersendiri
bagi penduduk Islam di India. Bulan Maret 1947, Inggris mengumumkan Partition
Plan untuk memisahkan dua komunal Muslim dan Hindu di India. Pada
Tanggal 3 juni 1947, Pemerintah Inggris membebaskan Pakistan sebagai negara baru
bagi kelompok Muslim. Tanggal 1 juli 1947, Parlemen Inggris menyetujui The
India Independence Act sebagai landasan proklamasi
kemerdekaan India yang di lanjutkan dengan pengalihan kekuasaan pada tanggal 5
Agustus 1947.[6]
II. GERAKAN BRAHMA SAMAY, TOKOH DAN AJARANNYA
Gerakan
Brahma Samay merupakan gerakan pembaharuan Hinduisme sebagai reaksi dari
pengaruh agama Kristen.[7]
Gerakan ini menolak politeisme, pemujaan petung-patung, korban binatang,
menghancurkan dihapuskannya praktek sati (pembakaran janda), perkawinan
anak-anak dan menolak praktek poligami.
Gerakan
ini didirikan di Bengala. Tokoh-tokohnya yang sangat terkenal adalah Ram Mohan Roy (1774-1833), Davendranath Tagore (1817-1905), dan Keshab Chandra Sen (1838-1884).
Tokoh-Tokoh Brahma Samay
A. Ram Mohan Roy
Ram
Mohan Roy adalah seorang pembaharu agama, sosial, pendidikan India yang
menentang budaya tradisi Hindu dan menunjukan garis kemajuan bagi masyarakat
India dibawah kekuasaan Inggris. Ia juga merupakan seorang cendekiawan ahli
arab dan persi. Karya pertamanya berjudul Tuhfat
al-Muwahhidin yang dituliskan dalam bahasa Arab dan Persia, ia juga
mempelajari bahasa sansekerta terutama untuk mempelajari agama Hindu. Bahasa
Inggris dipelajarinya karena kaitannya dengan East Indian company. Bahasa Yunani dan bahasa Ibrani dipelajarinya
dari misi Serampone de dekat kalkuta. Ram Mohan Roy sering disebut sebagai
bapak modernisasi semacam deisme rasionalis.[8]
Setiap
hari Sabtu Brahman Samay mengadakan pertemuan yang disusun seperti kebaktian
orang kristen pada hari Minggu. Pertemuan itu dibagi menjadi empat bagian,
yaitu membaca ayat-ayat dari sukta-sukta weda, sesudah itu dibacakan
bagian-bagian dari kitab Upanisad, yang diterjemahkan kedalam bahasa Benggala.
Lalu, diadakan khotbah dalam bahasa Benggala dan akhirnya dinyanyikan
nyanyian-nyanyian yang diiringi dengan musik. Kumpulan ini dipimpin oleh
seorang Brahman. Akan tetapi Ram Mohan Roy menentang ajaran Trinitas. Ia
melindungi agama Hindu menghadapi polemik para penulis Kristen yang tidak
jujur. Ia juga menentang adanya praktek sati (pembakaran janda) dan perkawinan
anak-anak.
Ram
Mohan Roy memiliki ide tentang adanya satu agama yang bersifat semesta yang
suatu saat nanti tentu akan diterima oleh seluruh umat manusia. Agama “semesta”
ini haruslah agama yang dapat diterima bersama dan ajaran-ajarannya juga harus
merupakan milik bersama, dengan meniadakan segi-segi yang bersifat memecah. Ia
berkeyakinan bahwa “tuhan” yang benar adalah
merupakan bagian dan milik agama yang dimaksud. Tekanan satunya agama
secara mendasar ini merupakan ajaran Ramakhrisna, Vivekananda, Tagor, dan
Radakrishnan, sungguhpun “sama” dan “satu”nya pada dasarnya berbeda juga.[9]
B. Devendranath
Tagore
Devendranath
Tagor adalah ayah dari penyair Bengali yang sangat terkenal, Rabindrananath
Tagore. Ia menggantikan Ram Mohan Roy sebagai pemimpin gerakan Brahman
Samay, dan melanjutkan usahanya, yaitu menentang keras penggunaan patung-patung
dalam peribadatan. Ia sangat waspada dan hati-hati terhadap ajaran agama
Kristen yang mengaburkan transendensi Tuhan melalui inkarnasi, juga terhadap
pengaruh “advaita” yang dapat mengaburkan dan membuyarkan perbedaan
antara penyembah dengan yang disembah. Ia berusaha memperteguh monoteisme
dengan menerbitkan ontologi kitab-kitab Upanisad yang dianggap mendukung monoteisme.
Hal ini yang dimaksudkan dengan Brahma-Dharma.[10]
Dalam
perkembangan yang demikian, karena pertemuan gerakan ini sering diadakan hampir
setiap minggu sekali, maka tahun 1834 ia menganggap perlu mengadakan suatu
organisasi srtuktural yang memiliki daftar nama para pengikutnya, yang disebut
dengan “Prasetya Brahma” (dalam literatur Barat sering
ditemukan dengan sebutan “Brahman
Covenant”). Organisasi ini menolak patung-patung dalam peribadatan dan
hanya menyembah Tuhan karena cinta dan
pengabdian semata. Bagi dia, yang penting adalah doa dan puja dengan khusyuk
dan taat sepenuhnya dan inilah yang sebenarnya dimaksud dengan hubungan
langsung dengan Tuhan. Dibandingkan dengan Ram Mohan Roy, Devendranath sering
dinilai kurang rasionalis.[11]
C. Keshab Chandra Sen
Keshab
Chandra Sen adalah seorang filsuf India dan pembaharu sosial yang berusaha
untuk menggabungkan teologi Kristen dalam kerangka pemikiran Hindu. Ia aktif
dalam gerakan Brahma Samay sejak tahun1857.
Ia berpendapat bahwa yang terpenting dari ajaran tentang ” Brahma”
adalah konsepsi tentang “kebapaan Tuhan” dan “keputraan Manusia” Pemikirannya sering dinilai kurang theologis.
Bahkan dalam perkembangan selanjutnya Keshab mengajarkan konsep keagamaan yang
kurang bersifat Hindu lagi. Tetapi sebaliknya, lebih mengembangkan konsep
keagamaan yang agak kekristenan. Pada masanyalah muncul suatu gerakan yang
disebut Adi Brahma Samaj. Juga pada masanya gerakan Brahma Samaj mencapai
puncak tetapi sekaligus menurun. Pada 1879, ia mengajarka semacam “takdir baru”
yang dianggapnya melebihi apa yang pernah ada pada agama Yahudi dan Kristen.
Akhirnya hal ini membawa kepada suatu perpecahan yang tidak dapat terhindari
lagi. [12]
Ajaran Gerakan Brahma Samay
Beberapa
inti Ajaran dari gerakan Brahman Samay, adalah sebagai berikut:
a.
Bahwa weda merupakan satu-satunya kitab suci sebagai dasar iman.
b.
Tuhan adalah zat yang berpribadi dan tidak pernah meniti, Maha Mendengar,dan
mengabulkan doa.
c. Menyembah Tuhan harus dilakukan dengan secara rohani
d. Jalan kelepasan untuk memperoleh keselamatan dilakukan dengan
cara tobat serta menghentikan perbuatan dosa.[13]
III. GERAKAN RAMAKRISNA MISSION DAN AJARAN-AJARANNYA
Pergerakan ini dimulai oleh Sri Ramakrisna
(1836-1886) dan penyebarannya dilakukan oleh muridnya yang dinamis, yaitu Svami
Vivekananda. Beberapa murid – muridnya yang rajin meneruskan ajarannya ini
mempergunakan cara misi atau Zending. Mereka mendirikan gedung-gedung sekolah,
rumah sakit, dan poliklinik-poliklinik,serta menggambarkan agamya dengan
surat-surat selebaran dan bacaan-bacaan lainnya.
Tokoh-tokohnya
adalah sebagai berikut:
a. Sri
Ramakrisna
Ramakrisna
Paramahamsa (1834-1886) atau (1836-1866 M.)
nama kecilnya adalah Gadahar Chattopadyay. Dia berasal dari keluarga
Brahmana di desa kamarkur, Benggal. Pada usia 20 tahun ia menjadi seorang Imam
Kuil di Calcultta, ajaran-ajaranya itu berpangkal pada bermacam-macam
kepercayaan yang ada. Yang sebenarnya menuju pada satu tujuan perealisasian
Tuhan.[14]
Ia merupakan orang Hindu tulen, yang
sudah bertahun-tahun menjadi Bhakta memuja Ibu Ilahi di kuil Daksimaswar, di
deket Kalkuta. Sesudah itu ia mulai memberitakan agama Hindu yang dimurnikan
dan mengumpulkan beberapa murid yang dengan rajin meneruskan ajarannya. [15]
Memahami pemikiran Ramakrisna merupakan suatu usaha
yang cukup sulit karena dapat keliru dalam menanggapi arah yang sebenarnya.
Pemikirannya lebih bersifat intuitif dari pada intelektual. Sehingga kalau
hanya menekankan pada segi intelektualnya saja, maka ibarat orang pergi kekebun
buah-buahan bukan untuk memakan buahnya tetapi hanya untuk berspekulasi
menghitung-hitung cabang masing-masing pohon dan daun pada setiap cabang
tersebut. Dia juga menggunakan kiasan-kiasan
dan perumpamaan-perumpamaan dalam mengemukakan pendapat-pendapatnya dan tidak
mengunakan terminologi filosofis yang bersifat teknis. [16]
b. Svami Vivekananda
Svami Vavekananda adalah tokoh yang terbesar yang
sangat berpengaruh besar dalam “mendinamiskan agama Hindu”. Ia merupakan murid
Ramakrisna yang menyebarkan ajaran Ramakrisna Mission. Ia pernah menghadiri
parlemen agama-agama Dunia di Chicago.
Ia menafsirakan ajaran advaita dengan
tafsiran yang mampu membawa kebangkitan agama Hindu dengan menekankan pada nasionalisme dan usaha-usaha
kemasyarakatan. Dia mengatakan bahwa India memerlukan otot dari baja, yang
hanya dapat tercapai kalau cita-cita advaita, cita kesatuan dapat
dimengerti dan terwujud. Mengenai Brahman, Vivekananda memberikan
pengertian yang kemudian merupakan suatu permulaan bagi suatu agama baru.
Interprestasinya sangat berpengaruh dikalangan bangsa India. Tafsiran
Advaitanya itu selanjutnya mengatakan bahwa Tuhan dan tanah air India adalah
satu; membebaskan tanah air adalah juga membebaskan Tuhan. Konsep maya menurut
dia, bukannya memberikan pengertian ilusi semata, tetapi melalui maya justru
dapat dimengerti “realitas” yang sesungguhnya sehingga menjadi jelas
bahwa advaita tidak bersifat pasif tetapi sebaliknya, bersifat aktif.
Brahma itu sendiri bersifat nyata. Dengan demikian dapat dinilai bahwa gerakan ini bukan merupakan gerakan keagamaan
saja, tetapi juga merupakan gerakan kebangsaan India.[17]
Ajaran-ajaran
Gerakan Ramakrisna Mission
Gerakan
ini mengajarkan paham monoisme absolut. Memandang dunia sebagai ilusi atau
maya, serta mengakui bahwa Brahman adalah nyata dan merupakan wujud mutlak atau
Tuhan yang Impersonal. Dan mempublikasikan tentang agama dan kebudayaan India.[18]
IV. KESIMPULAN
Gerakan Brahma Samay merupakan gerakan pembaharuan
Hinduisme sebagai reaksi dari pengaruh agama Kristen. Dimana gerakan Brahma
Samay ini bentak menolak kebiasaan yanag ada di Zaman tersebut. Seperti
politeis, pemujaan patung-patung dan masih banyak lainnya. Sebagai tokohnya yang sangat terkenal adalah
Ram Mohan Roy. Banyak ajaran-ajaran yang disampaikan oleh gerakan ini. Seperti:
Bahwa weda adalah satu-satunya kitab suci sebagai dasar iman.
Sedangkan Gerakan Ramakrisna Mission merupakan suatu
gerakan yang lebih menekankan kepada Zat Tuhan. Serta memberikan keterangan
yang modern terhadap agama Hindu. Namun dari kedua gerakan tersebut dapat
dikatakan bahwa segala perjuangan orang untuk meniadakan cacat agama Hindu itu
sebenarnya dibangkitkan oleh agama Kristen.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Abdullah. Agama Dalam Ilmu Agama. Bandung: Nuansa Aulia. 2007
Ali, Matius. Filsafat India. Tanggerang: Sanggar Luxor. 2010
Ali, Mukti. Agama - agama Di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press.
1988
Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Budha. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. 2008
Hadiwijono, Harun. Sari Filsafat India. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. 1989
Mashad, Dhuroruddin. Muslim di
India. Jakarta: Pensil-324.2006
Thalhas. Pengantar Study Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: Galura Pase. 2006
T.S.G. Mulia. India
Sejarah Politik dan Kebangsaan. Jakarta: Dinas
Pemerintahan Balai Pustaka.1959
[1]
Thalhas, Pengantar Study Ilmu
Perbandingan Agama, (Jakarta: Galura Pase, 2006), h.55
[2]
Hadiwijono, Harun, Sari Filsafat India,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), h. 102
[3] T.S.G. Mulia. India Sejarah Politik
dan Kebangsaan. (Jakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1959),
h. 86
[4] Dhuroruddin Mashad. Muslim di
India. (Jakarta: Pensil-342, 2006), h. 4
[5] Dhuroruddin Mashad. Muslim di
India. (Jakarta: Pensil-342, 2006), h. 5
[6] Dhuroruddin, Mashad. Muslim di
India. (Jakarta: Pensil-342, 2006), h. 5
[7] Mukti, Ali. Agama-agama di
Dunia. (jogjakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 88
[9] Mukti, Ali. Agama-agama
di Dunia. (Jogjakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 88
[10] Mukti, Ali. Agama-agama
di Dunia. (jogjakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 89
[11] Mukti, Ali. Agama-agama di Dunia.
(Jogjakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,
1988), h. 89
[12]
Mukti, Ali. Agama-agama di
Dunia, (Jogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988) h. 89
[13]
Abdullah, Ali. Agama Dalam Ilmu
Perbandingan, (Bandung: Nuansa Aulia, 2007) h. 166
[14]Matius, Ali. Filsafat India
sebuah Penganta rHinduisme&Buddhisme, (Tanggerang: Sanggar Luxor, 2010), h. 28
[15] Harun, Hadiwijono. Sari Filsafat
India. (Jakarta: Gunung Mulia, 1989) h. 105
[16] Harun. Hadiwijono. Sari Filsafat
India. (Jakarta: Gunung Mulia, 1989) h. 106
[18] Mukti Ali. Agama-agama
di Dunia, (Jogjakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press. 1988), h. 93
Tidak ada komentar:
Posting Komentar