Menurut ajaran
Hinduisme di India, dalam masyarakat terdapat tingkat-tingkat golongan yang
bersifat Hirarchis vertikal. Masing-masing golongan kasta satu sama lain tidak
ada hubungan sosial secara demokratis, sehingga satu sama lain merupakan
golongan (kasta) yang menutup diri terhadap yang lainnya. Dengan kata lain
kasta-kasta tidak boleh bergaul dengan kasta lain dibawahnya.
Pembagian kasta
tersebut ditetapkan secara langsung dalam kitab suci Brahamana berturut-turut
sebagai berikut:
Sutra empat
menyebutnya bahwa ada 4 kasta : Brahmana, Ksatrya, Waisya dan Sudra. Sutra 5
menegaskan bahwa dari keempat kasta yang disebut terlebih dahulu adalah yang
lebih baik kelahirannya. Dsalam sutra enam dinyatakan bahwa kewajiban
orang-orang yang bukan sudra yang tidak berbuat kejahatan adalah inisiasi,
mempelajari kitab weda, membuat api upacara/suci. Hal tersebut merupakan hal
yang berpahala. Dalam Sutra empat dinyatakan bahwa sudra wajib taat kepada
kasta-kasta diatasnya.
Sebenarnya kitab
suci Wedha sendiri tidak menyebutkan susunan kasta tersebut, tetapi setelah
timbul kitab Brahmana (sebagai tafsir Wedha) maka barulah disebutkan tentang
adanya kasta-kasta ini. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa teori kekastaan
hanyalah timbul karena keinginan golongan pendeta (Brahmana) yang ternyata
dalam susunannya, golomngan tersebut menempati tingkat tertinggi dari masa itu.
Dalam kitab
Brahmana diajarkan pula bahwa :
Ada dua macam
dewa, yakni dewa yang benar-benar dewa dan dewa manusia. Kaum Brahmana yang
terpelajar dan yang mengajar adalah dewa manusia. Kurban itu dibagikan kepeda
dua macam dewa tersebut; sajian kurban itu untuk para dewa dan hadiah kurban
adalah untuk dewa manusia yaitu, kaum Brahmana yang terpelajar dan yang
mengajar. Kedua dewa tersebut memberi kebahagiaan hidup akherat kepada mereka
yang melangsungkan upacara kurban.
Dengan ajaran itu
maka kaum Brahmana memperoleh kedudukan yang sangat tinggi di mata masyarakat.
Golongan lain yang berada diluar kasta ialah paria yaitu para budak. Mereka
dipandang sebagai manusia najis yang tidak boleh disentuh (untoucable man
orang-orang yang tak boleh disentuh).
Jadi jelaslah
bahwa dalam masyarakat Hinduistik tidak ada persamaan hak dan derajat serta
kewajiban, baik dalam hal-hal yang berhubungan dengan pengamatan agama maupun
dalam hubungan dengan kehidupan sosialnya, karena dalam hal keagamaan golongan
Brahmana dianggap lebih dekat terhadap dewa-dewa dan bahkan dapat mempengaruhi
dewa untuk memenuhi permintaannya. Oleh karenanya tingkat hidup golongan
Brahmana merupakan pucak tertinggi hidup manusia dalam masyarakat dan agama.
Agama Budha dapat dikatakan sebagai ajaran yang bertujuan mereform keadaan yang pincanga dalam hidup keagamaan
dan kemasyarakatan pada masanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar